Dalam menjalani hidup, tak jarang kita mendengar ungkapan man jadda wa jadda. Ia kan? Bahkan, ungkapan ini bukan hanya sering terdengar saja.
Melainkan juga sering dijadikan sebagai status di berbagai media social oleh banyak orang. Kalimat ini memang terdengar sangat singkat, dan sangat mudah diungkapkan.
Bahkan hanya dengan sekali mendengar atau membacanyapun kita bisa langsung mengingatnya. Memori kita akan merekamnya secara langsung.
Sehingga kita bisa melafadzkan manjadda wajada layaknya orang-orang pada umumnya yang sudah sangat fasih mengucapkannya.
Sayangnya, masih banyak yang menganggap, bahwa manjadda wajad merupakan hadis. Padahal sebenarnya tidak ya. Kalimat ini adalah sebuah mahfudzat, atau kata-kata mutiara.
Contents
Dalil yang Mendasarinya
Meskipun kalimat ini bukanlah sebuah hadis, namun siapa yang menyangka, bahwa terdapat dalil yang mendasarinya.
Yakni dengan melihat ke umuman dari ayat dan hadis yang menegaskan dan menjelaskan terkait dengan kemudahan yang ada di dalam Islam.
Dan penetapan dalil yang mendasarinya ini merupakan hasil dari penggunaan kaidah al-masyaqqah tajlibu taisir.
Dan ungkapan ini juga termasuk ke dalam keumuman dalam kaidah al-masysaqqah tajlibu taisir, yakni keseulitan dapat mendatangkan kemudahan.
Setiap manusia memiliki masalah, baik saya, kamu, atau mereka. Dan dengan masalah-masalah tersebutlah kita senantiasa bisa menjadi lebih kuat dalam menjalani setiap langkah kehidupan.
Baca juga: |
Al-Quran surah al-Baqarah ayat 286
Tak ada satupun manusia yang hidup tanpa beban, hidup tanpa masalah. Tidak. jika ada, maka sebenarnya dirinya adalah masalah itu sendiri.
Maka, salah satu dalil yang mendasari kalimat atau ungkapan ini adalah firman Allah di dalam Quran surah al-Baqarah ayat 286.
Di mana, ayat ini menjadi salah satu ayat yang sudah sangat populer bagi kita. Sebab sering dijadikan sebagai motivasi. Bunyinya adalah,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Lȃ yukallifullȃ nafsan illȃ wus’ahȃ
Yang menyebutkan, bahwasanya Allah nggak bakalan deh memberikan beban kepada kamu, di atas kemampuan kamu.
Jadi, seberat apapun masalah yang sedang kamu hadapi, maka sejatinya Allah tahu bahwa kamu mampu. So, stop deh mengkerdilkan diri sendiri dengan mengatakan, ‘Ini terlalu susah;. Jika Allah saja yakin, mengapa kamu justru sebaliknya? Bukankah Allah jauh lebih tau dibandingkan dengan dirimu? Ia kan?
Dalam hal ini, Ibnu Katsir tatkala menafsirkan ayat ini, beliau menyatakan, bahwa Allah tidak akan pernah memberikan beban kepada hamba Nya di luar batas kemampuannya. Dan ini adalah salah satu bentuk kelembutan Allah, kasih sayang Nya, higga kebaikan Nya terhadap hamba-hamba Nya.
Baca juga: |
Al-Quran surah al-Baqarah 185
Dalil lain yang menjadi dasar dari man jadda wa jadda ini adalah al-Quran surah al-Baqarah ayat 185. Yang berbunyi,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Yurīdullȃha bikumu al-yusra wa lȃ yurīdu bikumulu al-‘usr
Yang maknanya, Allah itu menghendaki kemudahan loh bagi kamu, dan nggak menghendaki kesulitan sama sekali.
Dari ayat ini kita bisa melihat ke maha lembutan Nya. Hal ini senada dengan hadis Rasulullah,
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Mȃ nahaitakum ‘anhu fajtanibūhu wa mȃ amartukum bihi faf’alū minhu mastatha’tum
Makna dari hadis ini adalah Rasulullah melarang kita, melarang ummatnya untuk meninggalkan apa yang dilarang beliau dan menjalankan apa yang diperintahkan. Dan dalam melaksanakan perintahnya, kita dianjurkan untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan kita.
Agama Islam merupakan agama yang toleran dan mudah. Di dalamnya tidak ada kesulitan ataupun kesempitan. Semua yang diperinthakna Allâh Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kemampuan kita, tidak ada yang keluar dari kemampuan kita.
Namun terkadang dalam kondisi tertentu, seseorang tidak mampu melaksanakan perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala secara sempurna.
Apabila ia tidak mampu melaksanakan perkara yang diperintahkan secara sempurna, maka yang wajib baginya ialah bersungguh-sungguh melaksanakannya dan mengerjakannya sesuai kemampuannya. Amalan yang ia kerjakan dalam keadaan seperti ini merupakan amalan yang sah.
Ketika seseorang telah mengerjakan perintah sesuai kadar kemampuannya, maka ia telah lepas dari beban perintah tersebut, meskipun ia tidak mengerjakannya secara sempurna. Tidak ada dosa baginya, dan tidak ada kewajiban mengulangi.
Karena ia telah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya secara syar’i. Bahkan termasuk kesempurnaan karunia Allâh Subhanahu wa Ta’ala , bahwa seorang mukallaf, jika telah melaksanakan perintah sesuai kadar kemampuannya, kemudian ada kekurangan dalam pelaksanaannya disebabkan ketidakmampuan, maka kekurangan itu tidak dianggap, dan ditulis pahala baginya semisal pahala orang yang mengerjakannya secara sempurna
Sebagaimana telah diisyaratkan dalam uraian di atas, kaidah ini menjelaskan bahwa seseorang yang telah bersungguh-sungguh mengerahkan upayanya untuk melaksanakan suatu amalan, dan ia melaksanakan amalan itu sesuai kadar kemampuannya, maka ia telah terlepas dari lingkup tuntutan pelaksanaan amalan tersebut.
Sehingga tidak ada kewajiban mengganti atau mengulanginya lagi, dan tidak ada dosa atasnya ketika meninggalkan bagian amalan yang ia tidak mampu mengerjakannya, bahkan ia dianggap melaksanakan amalan tersebut secara sempurna
Baca juga: |
Makna atau Arti Man Jadda Wa Jadda
Sebenarnya, apa arti dari ungkapan manjadda wajada? Mengapa banyak orang yang mengungkakannya? Nah, arti manjadda wajada ini sendiri adalah siapa yang sungguh-sungguh, maka ia akan berhasil.
Dan agar bisa bersungguh-sungguh, maka dibutuhkan niat yang baik dan benar. Karena bagaimanapun, niar menjadi modal awal, sekaligus pondasi utama kita dalam membangun komitmen ketika mewujudkan satu persatu impian tersebut.
Maka, ketika berada di sebuah forum diskusi, acara-acara, atau bahkan saat ngobrol dengan teman kamu, dan ada yang mengungkapkan hal ini, maka sejatinya ia sedang memberikan semangat dan motivasi, agar kamu bisa bersungguh-sungguh dalam mewujudkan impian tersebut.
Jika kita kaitkan dengan kata-kata motivasi atau mutiara lain, maka ada kok ungkapan-ungkapan senada dengannya.
Seperti berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Yang berarti, bahwa untuk mencapai keinginan, kita meski melakukan usaha terbaik yang kita mampu.
Karena tidak ada satupun harapan, impian, cita-cita yang dapat tiba-tiba terwujud. Ia kan? Semua butuh proses gais.
Dan proses inilah yang akan menjadikan kita lebih menghargai hasil. Selain itu, proses ini jugalah yang akan membuat kita memahami, bahwa berjuang itu berat, namun hasilnya itu indah. Dulunya, ungkapan man jadda wa jadda memang hanya populer di kalangan santri atau anak pesantren loh.
Namun begitu masyarakat luar mencari tahu maknanya, semua seolah-olah ingin ikut menyemarakkan dan menggaungkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dan saya yakin banget, bahwa kamu adalah salah satu orang yang hafal ungkapan ini dan sering menjadikannya motivasi sehari-hari. Benar kan?
Baca juga: |
Tulisan Arab Man Jadda Wa Jadda
Kalau selama ini kamu kerap menulis ungkapan manjadda wa jada dengan tulisan Indonesia, maka nggak ada salahnya buat nyoba yang tulisan versi aslinya loh.
Alias tulisan dalam Bahasa Arabnya. Selain biar lebih keren, tulisan Arabnya juga akan mempermudah pembacaan sih.
Apalagi ternyata nih, masih ada aja yang salah dalam penulisan manjadda wa jada versi tulisan Arabnya.
Kesalahan tersebut berasal dari huruf terakhir yang diberikan tanwin. Yakni huruf Da. Sehingga, ungkapannya menjadi Man jadda wajadan.
Di mana, jika terjadi kekeliruan semacam itu, maka artinya bakalan berbeda banget loh dari tujuan awalnya.
Maka, meksipun penulisan atau cara menulisnya terbilang mudah, tetap saja kamu perlu belajar. Hal ini untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan.
Selain kesalahan pada pembuatan tanwin, ada juga dua kasalahan lain, yaitu huruf da kedua yang dibuat double, plus wa nya dibuat panjang atau ada madnya.
Ini tentu salah banget ya. Jadi, ungkapannya tuh kayak gini, manjadda wa jadda, dan manjadda wȃ jada.
Padahal mah yang bener itu ya, da nga tidak bertasydid, dan wa nya tidak ada madnya. Kalau latinnya itu manjadda wa jada. Sementara Arabnya adalah:
مَنْ جَدَّ وَجَدَ
Manfaat Kalimat Man Jadda Wa Jadda
Sejatinya, setiap kalimat mempunyai magnet tersendiri. Sehingga bisa menghipnotis siapapun yang mendengarnya. Tidak terkecuali ungkapan ini.
Dengan sering-sering mengatakan man jadda wa jadda, itu artinya kamu sedang memupuk keyakinan, bahwasanya kamu bisa melalui segalanya dengan bersungguh-sungguh.
Berikut ini adalah beberapa manfaat dari ungkapan man jadda wa jadda:
- Dapat membuat kamu lebih yakin. Keyakinan ini berupa keyakinan dalam menghadapi semua masalah dan rintangan yang ada yang bisa menghalangi kamu dalam mewujudkan mimpi dan harapan kamu. Keyakinan inilah yang akan membuat kamu lebih kuat, lebih tenang, dan lebih siap menghadapi segalanya.
- Bersungguh-sungguh. Tentu, manfaat yang paling nyata adalah bisa membuat kamu lebih bersungguh-sungguh dalam mewujudkan segalanya. Kamu akan menjadikannya sebagai pelajaran hidup dengan bersungguh-sunggu.
- Tidak pernah kalah. Nah, manfaat selanjutnya adalah membuat kamu tidak akan pernah merasa dikalahkan dengan apapun, termasuk oleh masalah-masalah yang terus menghampiri.
- Tidak mudah putus asa. Salah satu alasan kegagalan seseorang dalam mewujudkan impiannya adalah rasa mudah putus asa. Namun, dengan benar-benar memahami ungkapan ini, dan menyadari dalil-dalil tadi akan membuat kamu lebih kuat dan tidak mudah putus asa. Percaya deh. Ketika menghadapi masalah, kamu akan mencoa menyelesaikannya sebaik mungkin, bukan justru memilih untuk berhenti dan menyerah pada impianmu.
- Sebagai penyemangat. Dalam meraih mimpi, akan selalu ada yang namanya rasa ‘malas’. Dan jika kita tidak cerdas mengatasinya, maka rasa malas ini akan menjadi kebiasaan yang pasti menghambat kita dalam mewujudkan segala impian. Karena sekecil apapun impian, pasti tidak akan bisa terwujud jika kamu tidak mampu mengatasi rasa malas tersebut. Dan ternyata, ungkapan ini cukup ampuh dalam mengusir rasa malas loh. Jadi, ketika sedang malas, kamu akan dibuat sadar dan segera memperbaikinya.
Macam-Macam Kesungguhan
Hingga detik ini, ada banyak sekali macam-macam kesungguhan. Dan saya yakin, kamu pasti tengah menjalankan satu atau dua kesungguhan.
Sebelum membahas macam-macam kesungguhan, tentu akan lebih baik jika kita sepakat, bahwa makna atau arti manjadda wa jada ini tidak harus dimaknai secara sempit.
Melainkan harus bisa dimaknai secara luas. Yakni bersungguh-sungguh dalam perkara dunia dan akhirat. Jadi, nggak melulu dunia, dan nggak melulu akhirat.
- Kesungguhan dalam mendapatkan Ridha Allah
Kesungguhan dalam mendapatkan Ridha Nya. Dan jenis kesungguhan satu ini adalah sebuah kesungguhan yang paling utama.
Karena bagaimanapun, kita memang hidup untuk mendapatkan ridha Nya. Untuk apa kita hidup tanpa Ridha Nya. Ia kan?
Maka dalam meraih keridhaan Allah, kita harus bersungguh-sungguh. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam Quran surah al-Ankabut tepatnya di dalam ayat 69. Yang berbunyi,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Wa alladzīna jȃhadū fīnȃ lanahdiyannahum subulanȃ wa innallȃha lama’a al-muḥsinīna.
Orang-orang yang bersungguh-sungguh di dalam mencari ridha kami, maka akan kami tunjukkan kepadanya jalan kami. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar bersama dengan orang yang berbuat kebaikan.
Maka, ketika kamu tengah berupaya mencari ridha Nya, maka Allah akan menunjukkan jalan Nya, kamu akan diberikan petunjuk, dan akan bersama dengan orang yang berbuat baik.
- Kesungguhan dalam mencari nafkah
Kesungguhan yang kedua adalah ketika mencari nafkah. Mencari nafkah merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah kepada seluruh umatnya.
Hal ini agar seluruh umatnya mau bersungguh-sungguh. Perintah ini terdapat di dalam hadis beliau,
Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, terdapat dosa yang tidak bisa dihapuskan dengan sedekah dan haji. Akan tetapi, hanya bisa ditebus dengan melakukan kesungguhan. Yakni mencari nafkah.
- Kesungguhan dalam berubah menjadi yang lebih baik
Ketika ingin menjadi hamba yang lebih baik, maka kita meski bersungguh-sungguh dalam berubah. Dan perubahan ini haruslah sesuai dengan syariat yang ada.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam Quran surah al-Ra’du ayat 11. Bunyi dari ayat 11 dari surah al-Ra’du ini sudah sangat familiar bagi semua orang.
Hal ini karena ia sering disampaikan di berbagai pengajian. Yang maknanya adalah, Allah tuh nggak bakalan deh mengubah sebuah kaum kalau kaumnya nggak mau berubah.
Dari ayat ini kita belajar, bahwasanya perubahan menuju yang lebih baik itu hanya bisa kita dapatkan dengan melakukan usaha dan bersungguh-sungguh di dalamnya.
Dan kamu nggak bakalan bisa berubah menjadi yang lebih baik kalau kamu nggak berusaha.
Kedengerannya simple banget sih, tapi maknanya luar biasa. Dan kalau kamu bisa menerapkannya, dijamin pasti bakalan berhasil.
Jadi, sudahkah kita benar-benar mengamalkan ungkapan manjadda wa jada ini? Dengan demikian, kita bisa mengintofeksi diri sendiri dengan mengajukan berbagai pertanyaan.
Misal, apakah benar bahwa saya sudah berusaha sungguh-sungguh dalam meraih ridha Nya? Atau, sudah seberapa sungguh saya mencari nafkah selama ini? Dan sederet tanya lainnya.
Jika jawabannya ‘sudah bersungguh-sungguh secara maksimal’ namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan dan keinginan, maka jangan lupa untuk bertawakkal.
Sebab segalanya berada pada takdir Allah. Sekeras apapun kita berusaha, maka hasilnya tetap berada di tangan Nya. Tugas kita adalah berusaha, bersungguh-sungguh, berdoa, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Jikapun memang hasilnya nihil, tetaplah percaya, bahwa Allah pasti sedang menyiapkan sesuatu yang kamu sendiri bahkan tidak bisa menduganya.
Dan kembali lagi kepada Al-Quran, bahwasanya apa yang kita sukai belum tentu baik bagi kita. Dan apa yang kita benci belum tentu buruk bagi kita.
Ketika kita sudah berupaya maksimal, hasilnya nihil, maka cobalah berdamai. Karena Cuma Allah yang tahu hal-hal terbaik bagi kamu. Ia kan?
Tetaplah berusaha, bersungguh-sungguh, berdoa, lalu bertawakkal. Jangan tawakkal dulu baru usaha, itu salah.
Demikian seputar ungkapan manjadda wa jada. Yuk introfeksi kembali sudah sebera sungguh kita dalam melakukan berbagai hal. Wallahua’lam. Semoga bermanfaat.